- Back to Home »
- High School DxD »
- High School DxD. Bab 3 Life 1.1 Ksatria Pembalas Dendam
Aku tengah berjalan tanpa membawa payung ketika hujan turun sangat
deras. Kupikir hujan ini sangat bagus untuk mendinginkan kepalaku.
Aku baru saja bertengkar dengan Buchou.
Aku memberontak untuk pertamakalinya pada Majikan yang pernah
menyelamatkan nyawaku. Aku gagal sebagai “Kiba Yuuto”. Namun aku tak
pernah sekalipun melupakan dendamku pada Pedang Suci Excalibur. Aku
belum lama terbiasa dengan kehidupan sekolah. Aku sudah mendapat teman,
mendapat hidup layak, dan mendapat nama. Aku juga menerima tujuan hidup
dari Majikanku, Rias Gremory. Meminta kebahagiaan lebih adalah hal
buruk. Aku memang buruk. Aku tak bisa terus hidup demi “Teman teman”ku
sampai aku mencapai tujuanku.......
[SPLASH]
Aku mendengar suara air yang berbeda dari suara hujan. Terdapat
Pendeta di hadapanku. Terdapat salib menggantung di dada mereka dan
memberikan hukuman langit atas nama Tuhan yang begitu kubenci. Dia
adalah salah satu hal yang kubenci. Sasaran kebencianku. Aku tak
keberatan membunuhnya kalau dia adalah Exorcist. Itulah yang kupikirkan.
....! Ada darah mengucur dari perutnya dan dia batuk batuk darah.
Dia kemudian jatuh. Apa dia dibunuh oleh seseorang? Siapa? Seorang
musuh?
“.....!”
Aku dalam sekejap menciptakan Pedang Iblis setelah merasa ada keganjilan. Itu adalah hawa membunuh!
[KATCHIN!]
Terdapat kilatan logam dibawah hujan yang nampak bersinar. Saat
aku menggerakkan tubuhku ke tempat hawa membunuh itu berasal, terdapat
seseorang dengan Pedang panjang menyerangku. Pria ini memiliki busana
sama dengan Pendeta yang tewas barusan. Jadi dia juga Pendeta. Tapi yang
satu ini memiliki hawa membunuh yang berbeda.
“Yahoooo. Lama tak jumpa.”
Aku kenal pria Pendeta yang membuat senyum aneh. Pendeta sinting
dengan rambut putih, Freed Zelzan. Dia adalah orang yang kami lawan
dalam insiden yang melibatkan Malaikat Jatuh sebelumnya. Dia menunjukkan
senyum menjijikkan yang sama yang membuatku kesal seperti
biasanya.......
“.......Sepertinya kau masih di kota ini. Apa urusanmu hari ini? Maaf, tapi aku sedang tidak berselera hari ini.”
Aku mengatakannya dengan nada kemarahan namun dia malah tertawa.
“Waktu yang bagus sekali. Luar biasa! Saat ini aku justru merasa
bahagia sampai ingin berlinang air mata karena bisa bertemu kembali
denganmu!”
Cara bicaranya masih congkak. Dia benar benar membuatku marah.
Aku membencinya karena dia adalah Pendeta. Saat aku mencoba membuat
Pedang Iblis di tanganku, Pedang panjang yang ia bawa mulai memancarkan
aura suci.....! Cahaya itu! Aura itu! Kemilau itu! Tak mungkin
kulupakan!
“Aku bosan berburu Pendeta jadi sekarang waktu yang bagus. Bagus
sekali. Mari pastikan siapa yang lebih kuat diantara Excalibur punyaku
dan Pedang Iblismu, oke? Hyahahaha! Aku akan membalas budimu dengan
membunuhmu!”
Ya, Pedang yang dia bawa adalah Excalibur itu sendiri.