- Back to Home »
- High School DxD »
- High School DxD (Bahasa Indonesia). Bab 7 Life 5.1 Ayah
Masalah selesai dan aku, Azazel, sedang menemani Barakiel yang berniat membeli suvenir di Jepang.
Sepertinya para idiot yang lain meminta Barakiel untuk membelikan
mereka saat dia kembali. Astaga, orang orang itu......Yah, apa boleh
buat karena Gubernur mereka yakni aku saja seperti ini.
Saat aku tengah duduk di bangku di dalam departemen store, Barakiel kembali sambil membawa banyak tas di tangannya.
“.......Hmm. Nampaknya aku sudah membeli semua yang mereka minta.”
“Kerja bagus.”
Barakiel duduk di sampingku. Dia nampaknya kelelahan. Bagi tipe
prajurit keras seperti dia, berbelanja pasti sulit. Namun dia masih
menyelesaikan semuanya sampai selesai kalau dia diminta melakukan
sesuatu.
Aku kemudian mengeluarkan kotak bento yang berada di dalam kantong dari tas yang aku bawa.
“Barakiel. Nih, ambillah.”
“Bungkusan apa ini?”
“Buka saja.”
Saat dia membukanya, terdapat sebuah kotak bento.
“.....Bento?”
Itu sesuatu yang Akeno berikan padaku saat aku tengah menuju
kemari. Dia memberikannya padaku tanpa berkata apa apa, tapi aku tahu
untuk siapa itu bahkan tanpa menanyainya.
“Ini.......”
Saat dia membuka kotak bento, di dalamnya terdapat hidangan Jepang yang kelihatan lezat dan penuh warna.
Barakiel memandangku. Aku mendesaknya untuk “Makanlah” tanpa mengatakannya dan dengan tersenyum.
Dia mengambil hashi (sumpit) dan memasukkan makanan ke mulutnya dengan kikuk.
Momen itu.......setitik air mata mengalir dari mata Barakiel.
“..........Nikujaga (hidangan daging dan kentang Jepang)........ini memiliki rasa dari Shuri.”
Dia mulai menelannya dan nampak kecanduan dengan itu. Dia hanya terus makan sambil tetap diam.
Dia tengah memakannya dengan antusias sambil menitikkan banyak air mata.
Aku kemudian mengatakannya pada temanku.
“Serahkan Akeno padaku, Rias, dan yang lainnya. Tak ada masalah.
Orang yang dia cintai adalah idiot dan cabul, namun dia laki laki baik.”
Barakiel menghentikan hashi (sumpit)nya, dan menutupi matanya
dengan tangannya. Dia kemudian mengatakannya padaku dengan suara
bercampur tangis.
“Dia......aku ingin percaya kalau dia akan.......menjaga Akeno.”
“Ya, tak akan apa apa.”
“Dia tak me.....memangsa payudara wanita, kan?”
“Ya, dia tak memangsanya.”
“Begitu........kau benar.”
Barakiel mulai melanjutkan makannya setelah merasa lega. Dia mulai menjejali mulutnya dengan nikujaga.
Makanan yang dibuat oleh wanita yang dia cintai yang dia pikir
tak akan pernah dia rasakan lagi. rasa itu dengan sunyi telah berhasil
menjangkaunya.
Kau akan bisa memakannya lagi. Sebanyak yang kau mau. Dan kapanpun kau mau.
Ise. Aku tak bisa mengatakan ini di depanmu, namun........
-Aku juga merasa kalau aku sudah tertolong olehmu.
“Sialan, aku tak pernah mendengar ada Naga yang memberi orang lain kebahagiaan dengan memakai oppai!”